Wednesday, August 25, 2010

Nasihat Ramadhan: Pentingnya Penyucian Qalbu

Sultan Awliya Mawlana Syekh Nazim al-Haqqani (q) bersama Mawlana Syekh Hisyam Kabbani (q), sesaat sebelum suhba di Lefke, Siprus Juni 2010. Tampak pula Sh. GF Haddad di sana.


Pentingnya Penyucian Kalbu
by Haqqani Indonesia on Thursday, August 26, 2010 at 1:15pm

Nasihat Ramadan (1)

oleh Syekh Gibril Fouad Haddad

16 Agustus 2010



Bismillah al-Rahman al-Rahim



Semoga pekan kedua Ramadan 1431H ini memberi kita kesucian kalbu dan tersingkapnya hijab spiritual. Mawlana Syekh Nazim (q) berbicara tentang sesuatu yang besar dalam hal pensucian kalbu sebagai sesuatu yang utama dalam keimanan seseorang. Membersihkan kalbu kita merupakan suatu hal yang diutamakan dibandingkan dengan mendapat segala manfaat termasuk Khatam Qur’an yang merupakan sunah di Bulan Penuh Berkah ini. Ah, seperti untuk menghabiskan waktu satu jam bersama Allah (swt) di dalam suasana sepenuhnya tanpa gangguan dari apa-apa yang bukan merupakan Hadirat-Nya! Allah Yang Maha Tinggi mengetahui sepenuhnya ketidakmampuan kita karena Dia menciptakan kita sebagai makhluk yang lemah. Wahai Allah, rahmatilah kelemahan kami! Allahumma irham da’fana – sebuah doa yang seringkali diucapkan oleh Mawlana Syekh Nazim (q).



Untuk menjelaskan tentang pentingnya pensucian (kalbu--penerj.) Mawlana menggambarkan perbandingan antara membangun Ka’bah Suci yang diperintahkan oleh Allah (swt) kepada Sayyidina Ibrahim (a) dan Sayyidina Isma’il (a) (semoga selawat dan salam selalu tercurah atas Nabi (s) dan atas mereka) dan (dibandingkan--penerj.) dengan penciptaan umat manusia. Dia berfirman dalam Ayat suci:

"Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim, tempat shalat. dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". [QS 2:125].



Lalu beliau bertanya, “Bagaimana dengan pensucian kalbu yang tidak diperintahkan Allah Yang Maha Tinggi kepada makhluk lainnya, tetapi kepada makhluk yang Dia Sendiri mencipta dengan Tangan-Nya? Karena itu adalah jauh lebih penting mensucikan kalbu kita daripada mensucikan Ka’bah Suci. Allahu Akbar!



Tetapi bagaimana mungkin kita, hamba yang lemah dan tak mampu apa-apa, mensucikan hati kita sedangkan ada dua Nabi besar yang diperintahkan untuk mensucikan Ka’bah? Apa perbandingannya, apa kesamaan keutamaan antara kita dan mereka dalam memenuhi kewajiban itu? Kita berbondong-bondong ke Ka’bah untuk menerima tajali rahmat turun kepada kita karena tempat itu adalah (tempat) Kesucian. Kita pergi ke sana untuk lahir kembali. Sedangkan kalbu-kalbu kita, berbondong-bondong menuju Pemilik dari Kalbu Sempurna, Pemilik Maqam al-Mahmud yang cahayanya bersinar di dahi Sayyidina Adam (semoga selawat dan salam selalu tercurah atas Nabi (s) dan atasnya) ketika Allah Yang Maha Tinggi memerintahkan para malaikat untuk sujud kepadanya. Kita berbondong-bondong menuju Nabi Suci shalla Allahu ‘alayhi wa-sallam.



Mawlana Syekh Hisyam (q) menyebutkan bahwa Sahaba al-Kiraam (r) melingkar di sekitar Nabi (s), sebagaimana dalam tawaf, sebagaimana bintang-bintang mengitari bintang yang terbesar. Keterwarisan adalah alasan dari ketertarikan makhluk (ciptaan) kepada Wali Allah yang besar. Mereka adalah Kutub-kutub Ketertarikan dan Penolong Umat Manusia, yang membawa pada diri mereka Cahaya Nabi Suci, sebuah Cahaya yang menarik seluruh pencari kepada apa yang mereka tahu akan mensucikan mereka. Beliau berkata: “Awliya Allah, Allah Yang Maha Tinggi mengaruniai mereka kekuatan untuk mengalahkan syaitan, demi untuk kemaslahatan Umat”. Bagi para pewaris seperti ini, bahkan Ka’bah pun tawaf di sekeliling mereka!



Kisah berikut ini dimuat dalam satu dari kitab-kitab awal biografi Hambali yang berjudul Tabaqat al-Hanabila, oleh salah satu murid yunior dari Imam Ahmad bin Hanbal, artinya murid dari muridnya, yang bernama Qadi Abu Ali al-Hasyimi (beliau salah satu keturunan Nabi (s)) yang suatu hari mengunjungi makam Imam Ahmad bersama dengan Abu Muhammad Rizq Allah al-Tamimi, salah satu guru dalam mazhab Hambali. Ketika mereka berada di makam, mereka mengucapkan salam dan berdoa; lalu Qadi Abu Ali menjatuhkan diri ke ujung kaki makam dan menciumnya! Abu Muhammad sangat terkejut dan bertanya: “Adakah termuat dalam teks (hadis Nabi--penerj.) akan apa yang kau perbuat ini?” Apa jawaban Qadi? Dia berkata: Ahmadu fi nafsi shay’un `azim. Wa-ma azunnu anna Allaha ta`ala yu’akhidhuni bi-hadha. “Ahmad bagiku adalah rahmat yang maha besar. Dan kukira Allah (swt) tak perlu memerintahku untuk melakukan yang seperti ini”.



Ini mirip dengan alasan kita ketika sedang diliputi perasaan mendalam kala mencari rahmat dari Tuhan kita dengan mencium tangan dan kaki Syekh kita. Baiklah, orang yang berpengetahuan mungkin memperingatkan kita: “Apakah kalian sedang sujud atau tawaf pada Syekh kalian?” Tetapi Allah Yang Maha Tinggi berfirman:

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.[QS 9:119].



Kita begitu lalai terhadap kewajiban kita! Tetapi paling tidak kita bisa bersama orang yang benar/shidiq. Sehingga jiwa kita terserap dalam kebersamaan dengan mereka; dari Timur ke Barat kalbu-kalbu kita berpaling kepada mereka dan menjerit: “Sirami kami dalam Jalanmu atau kami akan musnah!” Syariah memerintahkan kita untuk mengekspresikan ketakziman/penghormatan sepenuhnya (ta’zim) terhadap Allah Yang Maha Tinggi dan Tanda-tanda (perwujudan--penerj.)-Nya, diantaranya yang terbesar adalah Ka’bah. Meskipun begitu, Nabi Suci (s) berkata kepada Ka’bah: “Betapa agungnya engkau! Tetapi, begitupun, hamba Allah berstatus lebih agung darimu dalam pandangan-Nya!” (Hadis diriwayatkan dalam Sunan al-Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah).



Artinya hamba-hamba itu adalah yang memiliki suatu qadam shidiq – kedudukan shidiq – dalam mensucikan diri mereka sebagaimana yang dalam hal Allah Yang Maha Tinggi memerintahkan untuk (mensucikan) Rumah-Nya. Karena Rumah-Nya adalah juga rumah dari Khalifah-Nya di muka bumi ini, sebagaimana Dia berfirman dalam salah satu ayat dalam Kitab Surgawi-Nya:

“Sesungguhnya, langit dan bumi terlalu lemah untuk menjadi tempat kediaman-Ku, tetapi kalbu yang lembut dan rendah hati dari hamba-Ku yang beriman mampu menampung-Ku.” (Imam Ahmad dalam Kitab al-Zuhud (terbitan Mekah, hal. 81)).



Ya –kalbu manusia adalah juga Rumah Allah dan kita telah diperintahkan untuk menjaganya agar tetap bersih. Wahai Allah, tolong kami untuk memahami ini! Kasihanilah atas ketidakberdayaan kami ini! Ampuni kami! Melalui barakah dari Bulan Suci ini, demi kemuliaan dari Yang Paling Mulia di antara mahluk-Mu, Sayyidina Muhammad (s), dan demi kemuliaan dari para pewarisnya di antara kami, yang pada pokoknya adalah Mawlana Syekh Nazim (q), penjaga dan pensuci terbaik bagi kalbu-kalbu kami!

Bihurmati al-Habib, bihurmati al-Fatihah.



Bismillah al-Rahman al-Rahim

May this second week of Ramadan 1431 bring us purity of heart and spiritual openings. Mawlana Shaykh Nazim speaks a great deal about the purification of the heart as the priority of the people of faith. Cleaning our hearts takes priority over the obtainment of every benefit including the Khatm of Qur’an which is a Sunna of this Blessed Month. Ah, but to spend one hour with Allah in a pure setting devoid of the intrusion of all that does not belong in His presence! Allah Most High knows our incapacity as He created us weak. O Allah, have mercy on our weakness! Allahumma irham da`fana -- a frequent duaa of Mawlana Shaykh Nazim.



To explain the importance of purification, Mawlana drew a comparison between the building of the Holy Kaaba commanded by Allah to our liegelords Ibrahim and Isma`il (upon our Prophet and upon them blessings and peace) and the creation of the human being. He quoted the holy Verse, {Both of you, purify My house for those who circle it and those who meditate therein and those who bow down and prostrate themselves (in worship)} (2:125). Then he asked the question, what about the purification of the

human heart which Allah Most High did not order other creatures to build, but which He Himself created with His own Hand? Thus it is even more important to purify ourselves than to purify the Holy Kaaba. Allahu Akbar!



But how can we, weak and incapable servants, purify ourselves when it was two of the greatest Prophets who were ordered to purify the Kaaba? What comparison is there, what resemblance between us and them to allow us to rise to the task? We flock to Kaaba to receive the tajalliyat of mercy coming down on us because it is the place of Purity. We go there to be reborn. As for our hearts, we flock to the Possessor of the Perfect Heart, the Owner of the Maqam al-Mahmud whose light shone in the forehead of Sayyidina Adam (upon our Prophet and upon him blessings and peace) at the time Allah Most High ordered the angels to prostrate to him. We flock to the Holy Prophet salla Allahu `alayhi wa-sallam.



Mawlana Shaykh Hisham mentioned that the Sahaba al-Kiram (Allah be well-pleased with them) orbited around the Prophet, as in tawaf, the way stars orbit around the hugest and most massive star. That inheritorship is the reason for the attraction of creation to the great Awliya of Allah. They are the Poles of Attraction and the Helpers of Humankind who carry in them the Nur of the Holy Prophet, a Nur which attracts all seekers to what they know will purify them. He said: “Awliya Allah, Allah Most High gave them that power to prepare their strength in order to defeat shaytan for the benefit of the Umma.” Such as these inheritors, even the Kaaba itself makes tawaf around them!



The story is told in one the earliest books of biographies of the Hanbalis entitled Tabaqat al-Hanabila, of one of the junior students of Imam Ahmad ibn Hanbal, meaning a student of his students, the Qadi Abu Ali al-Hashimi (he was from the family of the Prophet) who went to visit the grave of Imam Ahmad one day together with Abu Muhammad Rizq Allah al-Tamimi, one of the major Hanbali masters. When they were at the grave they gave salam and made duaa; then the Qadi Abu Ali threw himself at the foot of the grave and kissed it! Abu Muhammad was very surprized and asked: “Is there a proof-text for this act?” What did the Qadi answer? He said: Ahmadu fi nafsi shay’un `azim. Wa-ma azunnu anna Allaha ta`ala yu’akhidhuni bi-hadha. “Ahmad for me is something of huge blessing. And I do not think that Allah will take me to task for doing this.”



This is similar to our excuse when we find ourselves overwhelmed with emotion as we seek the blessing of our Lord by throwing ourselves at our masters’ hands and feet. Good, knowledgeable people may reprimand us: “Are your doing sajda or tawaf to your shaykh?” But Allah Most High said, {O ye who believe! Be careful of your duty to Allah, and be with the truthful} (9:119). We are so careless of our duty! but at least we can be with the truthful. So our souls are absorbed in their companionship; from East to West our hearts turn to them and cry out: “Keep us watered in your Path or else

we perish!” The Law commands us to express full magnification (ta`zim) of Allah Most High and His Signs, among the greatest of which is the Kaaba. Yet the Holy Prophet said to the Kaaba: “How great you are! Yet the servant of Allah has an even greater status than you in His sight!” (Sunan al-Tirmidhi, Sunan Ibni Majah)



Meaning those servants who have a qadam sidq – a truthful foothold – in purifying themselves just as Allah Most High commanded for His House. For His House is also the heart of his Caliph on earth, as He said in one of His Heavenly Books: “Truly, the heavens and the earth are too weak to contain Me, but the soft, humble heart of my believing servant can contain Me” (Imam Ahmad in Kitab al-Zuhd (Makka ed. p. 81). Yes—the human heart is also the House of Allah and we have been commanded to keep it clean.



O Allah, help us to understand! Have mercy on our helplessness! Forgive us! Through the blessing of this Holy Month, for the honor of the Most Honored of all Your creation, Sayyidina Muhammad, and for the honor of his inheritors among us, principally Mawlana Shaykh Nazim, the best guardian and purifier of our hearts!



Bihurmat al-Habib, bi-hurmat al-Fatiha.

No comments:

Post a Comment